Polisi Tetapkan Dua Orang Tersangka Longsor Maut Gunung Kuda Cirebon
CIREBON, SuryaTribun.Com – Pihak Kepolisian resmi menetapkan dua tersangka kasus longsor di kawasan pertambangan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar).
Dua orang tersangka itu, di antaranya berinisial AK selaku Ketua Koperasi Al Azhariyah, dan AR selaku Kepala Teknik Tambang sekaligus pengawas kegiatan operasional.
Mereka diduga mengabaikan peringatan dari Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Cirebon yang melarang aktivitas penambangan sejak Januari 2025. Saat ini, ditemukan 18 korban tewas ditemukan dalam kejadian longsot tersebut.
“Penyidik telah memeriksa delapan orang saksi dan dari hasil pemeriksaan tersebut, ditetapkan dua tersangka yang bertanggung jawab atas kegiatan tambang ilegal yang berujung pada longsor,” kata Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, Minggu, 01 Juni 2025.
Tersangka AK disebut mengetahui larangan aktivitas tambang karena tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Namun, tetap memerintahkan kegiatan penambangan tanpa mengindahkan peraturan keselamatan kerja (K3).
Bahkan, ia telah menerima surat peringatan untuk menghentikan seluruh kegiatan, namun tidak ditindaklanjuti.
Sementara tersangka AR turut bertanggung jawab karena melanjutkan operasional tambang. Padahal, mengetahui ada surat larangan dan peringatan resmi.
“AK tidak hanya mengabaikan larangan, tapi juga secara aktif memerintahkan AR untuk terus menjalankan kegiatan tambang tanpa memperhatikan aspek keselamatan,” ujarnya.
Akibat kelalaian itu, longsor tak terelakkan dan menelan korban jiwa, yang kini menjadi dasar hukum bagi proses penyidikan lebih lanjut.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya empat unit dump truck dari berbagai merek (Isuzu, Mitsubishi, dan Hino), empat unit ekskavator, serta berbagai dokumen penting seperti izin usaha pertambangan, surat larangan, surat peringatan, hingga dokumen kompetensi teknis pengawasan tambang.
Kedua tersangka dijerat Pasal 98 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman berupa pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda minimal Rp5 miliar dan maksimal Rp15 miliar.
Mereka juga dijerat dengan Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja, dengan ancaman pidana penjara antara satu bulan hingga empat tahun.
“Kami akan menindak tegas setiap pelanggaran hukum yang mengancam keselamatan masyarakat dan merusak lingkungan,” pungkasnya. (*/red)