Ratusan Warga Korban Lumpur Lapindo Gelar Salat Idul Adha di Samping Tanggul
SIDOARJO, SuryaTribun.Com – Ratusan warga korban lumpur Lapindo menggelar salat Idul Adha di samping tanggul lumpur, Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), Jumat, 06 Juni 2025.
Momen haru itu menjadi ajang silaturahmi tahunan sekaligus refleksi spiritual bagi para penyintas.
Ratusan jamaah memadati halaman Masjid Nurul Azhar sejak pagi. Tak sedikit di antaranya datang dari luar kota seperti Surabaya, Malang, Mojokerto hingga Pasuruan. Mereka kembali ke kampung halaman yang kini telah terkubur lumpur selama 19 tahun.
Bertindak sebagai khatib, Ustad Rafi Ardiansah Naim dalam khutbahnya menekankan pentingnya memaknai Idul Adha secara mendalam.
Ia mengajak jamaah meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
“Idul Adha bukan hanya seremonial. Ini pelajaran spiritual untuk tunduk sepenuhnya pada perintah Allah. Nabi Ismail AS dengan ikhlas rela dikorbankan. Dari sini kita belajar mengalahkan ego dan tidak membesarkan diri sendiri,” ujar Ustad Rafi.
Dia juga mengingatkan bahwa berkurban bukan ajang pamer kekayaan. Menurutnya, ketulusan niat lebih penting dari jumlah hewan yang dikurbankan.
“Hewan kurban bukan untuk menunjukkan status sosial, tapi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Mari berbagi secara adil dan merata,” tuturnya.
Dalam momen yang penuh refleksi itu, Ustad Rafi turut menyinggung mereka yang telah menunaikan ibadah haji agar tidak menjadi sombong sepulangnya dari Tanah Suci.
“Selesai wukuf di Arafah dan menunaikan haji, jangan kembali dengan hati yang tinggi. Ibadah itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk memperbaiki diri,” ujarnya.
Sementara itu, Pembina Yayasan Nurul Azhar, Mirdasy mengatakan, kegiatan itu digelar rutin setiap tahun sebagai bentuk temu kangen antar warga korban lumpur.
“Ini bukan sekadar Salat Id, tapi ajang mempertemukan kembali warga lama. Banyak dari mereka yang kini tinggal di kota lain, tapi setiap tahun selalu menyempatkan datang,” ujar Mirdasy.
Menurut Mirdasy, kegiatan itu sekaligus menjadi pengingat bahwa tragedi lumpur Lapindo belum sepenuhnya hilang dari ingatan para korban.
“Meskipun sudah puluhan tahun, rasa kehilangan masih terasa. Tapi lewat kegiatan seperti ini, kita bisa menjaga silaturahmi dan semangat persaudaraan,” ucapnya.
Diketahui, semburan lumpur yang terjadi sejak 2006 masih meninggalkan dampak besar di sejumlah wilayah Sidoarjo.
Kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon masih tertutup lumpur tebal, dan tanggul-tanggul raksasa yang dibangun menjadi saksi bisu bencana industri terbesar di Indonesia. (*/red)