Penuh Calo dan Kecurangan! Samsat Surabaya Barat Diduga Jadi Sarang Jalur Belakang, Warga Resmi Diperlakukan Seperti Pengemis
Surabaya — Kantor Samsat Surabaya Barat tak ubahnya pasar liar. Bukan sekadar tempat pelayanan publik, tapi kini jadi arena bebas bagi para calo yang mondar-mandir membawa berkas warga—bebas masuk tanpa dicegat, bebas keluar sambil tersenyum membawa hasil yang didapat dari "jalur belakang".
Pantauan di lapangan pada 19 Juli 2025 mengungkap kenyataan pahit: cukup bayar Rp250 ribu ke calo, semua urusan bisa beres dalam waktu singkat. Tak perlu antre panjang, tak perlu bawa dokumen lengkap. Semua “diuruskan”, dengan jaminan cepat dan aman. Sebaliknya, masyarakat yang memilih jalur resmi justru diabaikan, dipingpong antar loket, dan diperlakukan seperti pengganggu sistem.
Seorang warga asal Benowo yang tidak mau disebutkan namanya mengaku kesal dan kecewa.
> “Saya datang pagi-pagi, ikut antre, semua berkas lengkap. Tapi saya disuruh nunggu lama dan bolak-balik tanpa kepastian. Sementara yang pakai calo tinggal duduk, sejam kemudian sudah selesai. Kita yang taat aturan malah dianggap beban,” ujarnya dengan nada geram.
Situasi ini memperlihatkan wajah buram pelayanan publik. Calo-calo bergerak leluasa, membawa berkas keluar-masuk ruang pelayanan seolah sudah jadi bagian dari struktur internal. Tidak ada satu pun petugas yang menindak. Istilah “jalur komando” kerap dilontarkan sebagai isyarat bahwa mereka terlindungi, bahkan “dibekingi” oleh oknum dalam.
Mirisnya, instansi yang seharusnya bertanggung jawab, yaitu Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Timur, justru terkesan abai dan bungkam. Padahal, keberadaan calo di lingkup Samsat Surabaya Barat bukan lagi isapan jempol. Jika tak ada penindakan tegas, sangat mungkin ada pembiaran sistematis atau bahkan keterlibatan lebih dalam dari jajaran atas.
Jika Dirlantas Polda Jatim tidak segera bergerak dan membersihkan praktik busuk ini, publik berhak mencurigai: siapa sebenarnya yang menikmati aliran uang dari sistem jalur belakang ini? Pelayanan publik bukan ruang transaksi gelap. Ketika masyarakat yang jujur justru dipersulit, maka kepercayaan terhadap institusi penegak hukum benar-benar sedang berada di titik nadir.
Samsat Surabaya Barat hari ini bukanlah simbol pelayanan negara, melainkan cermin kelumpuhan sistem. Bila tidak segera ditertibkan, kantor ini hanya akan terus menjadi tempat legalisasi kecurangan yang dipelihara bersama.