Alasan Pilkada, Bupati Situbondo Nonaktif Mangkir dari Panggilan KPK
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika. |
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Bupati Situbondo nonaktif Karna Suswandi tidak hadir dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksan Karna Suswandi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Jumat, 08 November 2024.
“Tersangka satu tidak hadir,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Sabtu, 09 November 2024.
Menurut Tessa, Karna Suswandi tidak menghadiri pemeriksaan dengan alasan persiapan Pilkada 2024. KPK telah menetapkan Karna Suswandi dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataam Ruang (PUPR) Eko Prionggo sebagai tersangka korupsi pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Tessa menjelaskan, kasus yang menjerat Bupati Situbondo dan Kepala Dinas PUPR terkait penerimaan hadiah atau janji penyelenggara negara atau mewakilinya tentang dana PEN.
“Kasus yang menjeratnya terkait pengelolaan dana PEN serta pengadaan barang dan jasa di Pemkab Situbondo dari 2021-2024,” ujarnya.
Saat ini, Karna Suswandi kembali mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK, setelah Gugatan praperadilannya dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Gugatan kami daftarkan kembali pada Senin, 28 Oktober 2024 dengan Nomor Perkara: 110/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel,” kata Amin Fahrudin dalam keterangannya, Selasa, 29 Oktober 2024.
Amin menjelaskan, pokok gugatan praperadilan tetap sama dari yang sebelumnya, yakni memohonkan untuk pembatalan status tersangka terhadap Karna Suswandi yang saat ini berstatus Calon Bupati dalam perkara dugaan melakukan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Amin, gugatan diajukan kembali karena pada perkara praperadilan sebelumnya dengan nomor perkara 92/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel yang diputus oleh hakim tunggal Luciana Amping pada Jumat, 25 Oktober 2024, hanya mengabulkan eksepsi termohon KPK.
“Tidak atau belum masuk pada pokok perkara mengenai status penetapan tersangka-nya, hal ini dimungkinkan oleh hukum dan sudah ada preseden dalam beberapa putusan hakim sebelumnya,” ujarnya.
Dia pun tetap pada pendapat bahwa penetapan tersangka Karna Suswandi tidak sah dan melawan hukum karena kesalahan pada prosedur penetapan tersangka tanpa melalui tahap penyidikan.
“Klien kami tidak pernah disidik untuk mendapat kecukupan alat bukti permulaan dan langsung ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Oleh karena itu, KPK dinilai melanggar Pasal 44 Ayat (4) UU KPK dan Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang mengatur tentang pengertian penyidikan.
Selain itu, kata Amin, dana PEN sejumlah Rp 62 miliar beserta bunga Rp 3,5 miliar yang menjadi obyek dugaan korupsi juga telah dikembalikan oleh Pemkab Situbondo pada akhir tahun 2021.
“Juga sudah mendapat Surat Keterangan Lunas pada tahun 2022 dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), BUMN di bawah Kementerian Keuangan, dan baru pada tahun 2023, KPK masuk melakukan penyelidikan berdasarkan laporan masyarakat,” ujarnya. (*/red)