KPK Sebut Uang Pemerasan TKA Digunakan untuk Uang Makan Pegawai Kemenaker
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Delapan tersangka kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) disebut menerima uang sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
“Dari pemerasan yang dilakukan selama periode 2019-2024, KPK telah mengidentifikasi oknum-oknum Kemenaker menerima uang kurang lebih Rp 53,7 miliar,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo kepada wartawan saat Konferensi Pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis, 05 Juni 2025.
Dari jumlah tersebut, kata Budi, sebesar Rp 8,94 miliar digunakan untuk makan malam 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker.
“Dinikmati untuk makan siang dan kegiatan-kegiatan non-budgeter,” ujarnya.
Menurut Budi, para staf hingga petugas kebersihan yang biasa bekerja di Dirjen Binapenta juga menikmati uang hasil pemerasan dengan total Rp 5,4 miliar.
Namun, uang tersebut dikembalikan ke negara.
“Mereka mengembalikan uang tersebut ke negara sebesar Rp 5,4 miliar,” ujarnya.
Kedelapan orang yang ditetapkan tersangka itu di antaranya Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK), Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA, Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, dan Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
Dalam kasus itu, kedelapan tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap TKA yang akan bekerja di Indonesia melalui pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Budi mengatakan, tahapan pengurusan izin RPTKA mulai dari verifikasi data secara online hingga wawancara menjadi celah para tersangka mengumpulkan uang dari para agen.
Menurut Budi, para agen TKA yang telah menyerahkan sejumlah uang akan dengan mudah melengkapi berkas-berkas yang disyaratkan.
“Bagi agen TKA yang tidak menyerahkan sejumlah uang, tidak pernah diberitahu apakah sudah lengkap atau tidak, sehingga hal ini menimbulkan para agen itu akan mendatangi para oknum-oknum lagi,” ujarnya. (*/red)